Manusia dan Pandangan
Hidup Ilmu Budaya Dasar
Dosen : Dina Juniar A
Nama : Alfajri
Yasmaulana
Kelas : 1IA02/50415491
UNIVERSITAS GUNADARMA
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia adalah makhluk
hidup ciptaan Tuhan yang paling tinggi derajatnya. Dikarenakan manusia memiliki
akal, pikiran dan rasa. Ketika kekayaan manusia inilah yang membuat manusia
disebut sebagai khalifah di bumi ini. Tuntukan hidup manusia lebih dari pada
tuntutan hidup makhluk lainnya yang membuat manusia berfikir lebih maju untuk
memenuhi kebutuhan atau hajat hidupnya di dunia, baik yang bersifat jasmani
maupun rohani. Dari proses ini maka lahirlah apa yang disebut kebudayaan dan
pandangan terhadap hidup.
Setiap manusia
memiliki pandangan hidup yang berbeda-beda mengelompokkan pandangan hidup yang
berdeda-beda akan menciptakan paham atau aliran. Pandangan hidup tidak terlepas
dari masalah nilai dalam kehidupan manusia. Jadi pandangan terhadap hidup ini
adalah segala sesuatu yang dihasilkan oleh akal budi manusia. Pandangan hidup
dapat menjadi pegangan, bimbingan dan tuntutan seseorang ataupun masyarakat
dalam menempuh kehidupan. Oleh karena itu, dalam kehidupan dunia dan akhirat
pandangan hidup seseoranglah yang menentukan akhir hidup mereka sendiri. Selain
itu pandangan hidup juga tidak langsung muncul dalam masyarakat, melainkan
melalui berbagai proses dalam menemukan jati diri atau pandangan hidupnya.
Mulai dari masa kanak-kanak hingga dewasa.
Dalam penemuan
pandangan hidup tersebut, tidak lepas juga dengan pendidikan. Manusia
mengetahui tentang hakikat hidup dan sebagainya adalah berasal dari
pendidikan.Oleh karena itu jika kita membahas tentang pendangan hidup, tidak
boleh lepas dari pendidikan manusia dapat berfikir ledih kedepan mulai dari
kehidupan baik lahir dan batin.
B. Rumusan masalah
1. Bagaimana pengertian
pandangan hidup?
2. Bagaimana hubungan
pandangan hidup dengan kehidupan manusia?
C. Tujuan masalah
1. Mendeskripsikan
pengertian pandangan hidup.
2. Mendeskripsikan
hubungan pandangan hidup dengan kehidupan manusia.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Cita-cita
Cita-cita adalah
keinginan, harapan, tujuan yang selalu ada dalam pikiran. Pandangan hidup
terdiri atas cita-cita, kebajikan, dan sikap hidup. Dalam kehidupannya manusia
tidak dapat melepaskan diri dari cita-cita, kebajikan, dan sikap hidup itu.
Tidak ada orang hidup tanpa cita-cita, tanpa berbuat kebajikan, dan tanpa sikap
hidup. Sudah tentu kadar atau tingkat cita-cita, kebijakan dan sikap hidup itu
berbeda-beda bergantung kepada pendidikan, pergaulan, dan lingkungan
masing-masing.Itulah sebabnya, cita-cita, kebajikan, dan sikap hidup banyak
menimbulkan daya kreativitas manusia. Banyak hasil seni yang melukiskan
cita-cita, kebajikan, dan hidup seseorang. Cita-cita ini perasaan hati yang
merupakan suatu keinginan, kemauan, niat, atau harapan. Cita-cita itu penting
bagi manusia, karena adanya cita-cita menandakan kedinamikan manusia.Ada tiga
katagori keadaan hati seseorang, keras, lunak, dan lemah. Orang yang berhati
keras, tak berhenti berusaha sebelum cita-citanya tercapai. Ia tak menghiraukan
rintangan, tantangan, dan segala kesulitan yang dihadapinya. Orang yang berhati
lunak dalam usaha mencapai cita-citanya menyesuaikan diri dengan situasi dan
kondisi. Orang yang berhati lemah, mudah terpengaruhi oleh situasi dan kondisi.
Cita-cita, keinginan, harapan, banyak menimbulkan daya kreatifitas para
seniman. Banyak hasil seni seperti: drama, novel, film, musik, tari, filsafat
yang lahir dari kandungan cita-cita, keinginan, harapan dan tujuan.
B. Kebajikan
Kebajikan atau
kebaikan atau perbuatan yang mendatangkan kebaikan pada hakikatnya sama dengan
perbuatan moral, perbuatan yang sesuai dengan norma-norma agama atau etika.
Manusia adalah seorang pribadi yang utuh yang terdiri atas jiwa dan badan.
Manusia merupakan makhluk sosial: manusia hidup bermasyarakat, manusia saling
membutuhkan, saling menolong, saling menghargai sesama anggota masyarakat.
Sebaliknya pula saling mencurigai, saling membenci, saling merugikan, dan
sebagainya.Untuk melihat apa itu kebajikan, kita harus melihat dari tiga segi,
yaitu: manusia sebagai pribadi, manusia sebagai anggota masyarakat, dan manusia
sebagai makhluk Tuhan.Manusia sebagai pribadi dapat menentukan baik dan buruk.
Yang menentukan baik dan buruk itu suara hati. Suara hati itu semacam bisikan
dalam hati untuk menimbang perbuatan baik atau tidak. Jadi suara hati itu
merupakan hakim terhadap diri sendiri. Suara hati masyarakat, yang menentukan
baik dan buruk adalah suara hati masyarakat. Suara hati manusia adalah baik,
tetapi belum tentu suara hati masyarakat menganggap baik. Demikian pula manusia
sebagai makhluk Tuhan, manusia pun harus mendengar suara hati Tuhan. Tuhan
selalu membisikkan agar manusia berbuat baik dan mengelak perbuatan yang tidak
baik. Jadi kebajikan itu adalah perbuatan yang selaras dengan suara hati kita,
suara hati masyarakat dan hukum Tuhan. Kebajikan berarti berkata sopan, santun,
barbahasa baik, bertingkah laku baik, ramah tamah terhadap siapapun, berpakaian
sopan agar tidak merangsang bagi yang melihatnya. Namun ada pula kebajikan
semu, yaitu kejahatan yang berselubung kebajikan.
C. Sikap Hidup
Sikap hidup adalah
keadaan hati dalam menghadapi hidup. Dalm menghadapi kehidupan, yang berarti
manusia menghadapi manusia lain atau menghadapi kelompok manusia, ada beberapa
sikap etis dan sikap nonetis. Sikap etis disebut juga sikap positif sedangkan sikap
nonetis disebut juga sikap negatif. Ada tujuh sikap etis, yaitu : sikap lincah,
sikap tenang, sikap halus, sikap berani, sikap arif, sikap rendah hati, dan
sikap bangga. Sedangkan sikap nonetisada 6 yaitu : sikap kaku, sikap gugup,
sikap kasar, sikap takut, sikap angkuh, sikap rendah diri. Sikap-sikap positif
bagi bangsa Indonesia. Sikap-sikap itu antara lain : sikap suka bekerja keras,
sikap gotong royong, menjaga hak dan kewajiban, sikap tolong menolong, dan
sikap mengargai pendapat orang lain. kebajikan secara nyata dan dapat dirasakan
melalui tingkah lakunya. Dan, dalam hal ini, tingkah laku manusia sebagai
perwujudan kebajikan inilah yang akan dikemukakan karena wujudnya dapat dilihat
dan dirasakan. Karena tingkah laku bersumber pada pandangan hidup, maka setiap
orang memiliki tingkah laku sendiri-sendiri yang berbeda dari orang lain dan
tergantung dari pembawaan, lingkungan, dan pengalaman. Dalam setiap perbuatan,
manusia harus memahami etika yang berlaku dalam masyarakat. Sehingga kehidupan
dalam memasyarakat menjadi tenang dan tentram.
Namun demikian dibalik
keragaman pendapat tersebut tampaknya ada satu benang merah yang dipersamakan,
yaitu adanya kesepakatan bahwa manifestasi sikap tidak dapat dilihat
secara langsung akan tetapi harus ditafsirkan terlebih dahulu sebagai tingkah
laku yang masih tertutup. Sikap manusia bukanlah suatu konstruk yang berdiri
sendiri, akan tetapi paling tidak ia mempunyai hubungan yang sangat erat dengan
konstruk-konstruk lain, seperti dorongan, motivasi, atau bahkan dengan
nilai-nilai tertentu.
Motivasi adalah
kesiapan yang ditujukan pada sasaran dan dipelajari untuk tingkah laku
bermotivasi. Sikap adalah kesiapan secara umum untuk suatu tingkah laku
bermotivasi, sedang nilai-nilai sasarn adalah sasaran atau tujuan yang bernilai
terhadap mana berbagai pola sikap dapat diorganisir.
Dalam
buku Strategi Kebudayaan, Van Peursen melihat adanya tiga periode peralihan
mencolok yang dialami manusia pada umumnya. Ketiga periode itu adalah tahap
mistis, tahap ontologi, dan tahap fungsional. Tahap mistis merupakansikap
manusia yang merasa dirinya terkepung oleh kekuatan-kekuatan gaib disekitarnya.
Tahap ontologi adalah sikap manusia yang tidak hidup lagi dalam kepungan.
Sedangkan tahap fungsional merupakansikap dan alam pikiran yang semakin nampak
dalam diri manusia modern.
Sedangkan
menurut Frans Magnis Suseno melihat adanya dua bahaya yang menjadi kendala
dalam kehidupan manusia dalam mempertahankan sikap hidup yang tepat itu, bahaya
tersebut adalah nafsu dan pamrih. Nafsu merupakan perasaan-perasaan kasar yang
bisa menggagalkan kontrol diri manusia dan sekaligus membelenggunya secara buta
pada dunia lahir. Sedangkan pamrih adalah tindakan yang semata-mata
mengusahakan kepentingannya sendiri tanpa memperdulikan kepentingan orang lain.
Dalam
bukunya Falsafah Hidup Pancasila sebagaimana tercermin dalam Falsafah Hidup
Orang Jawa, Soetrisno melihat adanya tiga nafsu yang begitu menonjolkan aspek
pamrih, antara lain: selalu ingin menang sendiri, selalu ingin benar sendiri,
dan hanya mementingkan kebutuhan sendiri.
Selain
itu, menurut J.C.Tukiman Taruna dalm harian Kompas 8 Januari 1984, ia
menawarkan 6 sikap mental yaitu:
1. Manusia Jawa itu
semakin manja. Dasar yang dipakai adalah kenyataan dalam kehidupan orang Jawa
yang lebih suka dilayani daripada melayani.
2. Manusia Jawa cenderung
boros, hal ini terbukti adanya dorongan yang kuat dalam diri orang jawaberupa
sikap suka menikmati. Manusia Jawa adalah kelompok penikmat dan itu berarti ingin
menikmati yang serba baru dan baik.
3. Adanya sikap semakin
religius. Semangat religius menurun dan cenderung menjadikan rumah ibadah
sebagaipusat kehidupan sosial.
4. Manusia Jawa itu
pendendam. Apabila menyangkut harga diri manusia Jawa tidak mengenal
pengampunan dan tidak bisa memaafkan.
5. Manusia Jawa mudah
terpengaruh.
6. Manusia Jawa bukan
pionir. Hal ini terbukti orang Jawa lebih suka menunggu lowongan pekerjaan
daripada menciptakan lapangan pekerjaan.
D. Manusia Dan Pandangan
Hidup
Akal dan budi sebagai
milik manusia ternyata membawa ciri tersendiri akan diri manusia tersebut.
Sebab akal dan budi mengakibatkan manusia memiliki keunggulan dibandingkan
makhluk lain. Satu diantara keunggulan manusia tersebut ialah pandangan hidup.
Disatu pihak manusia menyadari bahwa dirinya lemah, dipihak lain manusia
menyadari kehidupannya lebih kompleks.
Pandangan hidup
merupakan masalah yang asasi bagi manusia. Sayangnya tidak semua manusia
menyadari, sehingga banyak orang yang memeluk sesuatu agama semata-mata atau
dasar keturunan. Pandangan hidup penting bagi kehidupan manusia
dimasa sekarang maupun kehidupan di akhirat, dan sudah sepantasnya setiap
manusia memilikinya.
Perlu kita sadari
bahwa baik Tuhan maupun agama bagi kita adalah suatu kebutuhan. Buka kebutuhan
sesaat melainkan kebutuhan yang terus menerus dan abadi. Sebab setiap saat kita
memerlukan perlindungan Tuhan dan petunjuk agama sampai di akhir nanti.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pandangan hidup
merupakan bagaimana manusia memandang kehidupannya. Setiap orang memiliki
pandangan hidup yang berdeda-beda dan melahirkan suatu paham. Wujud pandangan
hidup manusia berkaitan dengan cita-cita, kebajikan, dan sikap hidup. Cita-cita
merupakan pandangan hidup di masa yang akan datang. kebajikan secara nyata dan
dapat dirasakan melalui tingkah lakunya. Dan, dalam hal ini, tingkah laku
manusia sebagai perwujudan kebajikan inilah yang akan dikemukakan karena
wujudnya dapat dilihat dan dirasakan. Karena tingkah laku bersumber pada
pandangan hidup, maka setiap orang memiliki tingkah laku sendiri-sendiri yang
berbeda dari orang lain dan tergantung dari pembawaan, lingkungan, dan
pengalaman. Dalam setiap perbuatan, manusia harus memahami etika yang berlaku
dalam masyarakat. Sehingga kehidupan dalam memasyarakat menjadi tenang dan
tentram.
DAFTAR PUSTAKA
WIDAGDHO, Djoko
Ilmu
budaya dasar / penysun , Djoko Widagdho dkk , - Ed , cet , 8 . –
Jakarta : Bumi Aksara , 2003 IX, 229 hlm ; 21 cm
Komentar
Posting Komentar